SIDANG : Situasi persidangan ke-5, di Pengadilan Negeri Samarinda terkait kasus penggelapan sertifikat tanah yang berada di kawasan Tenggarong Seberang, Kukar - Foto Dok Istimewa. |
GOKALTIM.COM, SAMARINDA - Pengadilan Negeri Samarinda kembali melanjutkan sidang perkara dugaan kasus penggelapan sertifikat tanah, yang melibatkan Terdakwa Rini Mafriani Binti H Mursid (Alm.) dan Muhammad Fachrurrozi Bin H Hasan Basri, pada Senin (04/03/2024).
Alih-alih dilanjutkan, rupanya sidang tersebut kembali dilakukan pengunduran. Lantaran, jaksa yang hadir dalam sidang itu, tidak bisa menghadirkan notaris untuk melanjutkan kasus itu. Sidang lanjutannya akan kembali dilaksanakan pada Rabu, 13 Maret 2024.
Kronologi Kasus Penggelapan Sertifikat Tanah
Kasus ini bermula saat saksi korban Agung Wibowo, merasa ditipu oleh terdakwa Rozi dan Rini, yang merupakan pasangan suami istri. Agung mengaku, dirinya membutuhkan modal usaha sebesar Rp 3 milyar, untuk melanjankan bisnisnya.
Kemudian, saksi dipertemukan dengan kedua terdakwa, pada bulan Februari 2022 di Jalan Amuntai 6 Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda. Setelah berbincang panjang, kedua terdakwa berjanji untuk membantu Agung, mencarikan pinjaman modal usahanya, dengan syarat ada jaminan yang harus diserahkan.
Walhasil, Agung menyerahkan jaminan yakni dua Sertifikat Hak Milik Nomor 71 atas nama Ali Machfud, dan Sertifikat Hak Milik Nomor 72 atas nama Endang Sulasih kepada kedua Terdakwa. Diketahui, lokasi tanahnya berada di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara.
Kedua terdakwa berjanji, pihaknya akan mencairkan pinjaman modal setelah dua bulan pertemuan mereka. Lama menunggu, Agung tidak mendapatkan pencairan pinjaman modal dari kedua terdakwa.
Sampai bulan Oktober 2022, mereka mengaku telah menghilangkan dua sertifikat SHM tersebut, dan berjanji untuk bertanggung jawab atas hal itu.
Namun, karena tidak ada kejelasan dari terdakwa, Agung melaporkan keduanya ke polisi pada November 2022. Sebagai informasi, terdakwa diamankan sekitar bulan Desember 2022.
Desak Barang Bukti Sertifikat Asli, Bukan Fotocopyan
Dalam hasil sidang sebelumnya, dua sertifikat tersebut rupanya telah digadaikan oleh terdakwa senilai Rp 250 juta, kepada pihak ketiga yang diduga berasal dari Jakarta. Kemudian, uang hasil gadai itu, telah habis digunakan oleh terdakwa.
Jaksa kemudian sempat menyerahkan barang bukti berupa fotocopy sertifikat kepada majelis hakim, yang ditaksir bernilai Rp 45 Milyar.
Merespon hal tersebut, Kuasa Hukum korban mendesak Pengadilan Negeri Samarinda untuk menghadirkan sertifikat tanah yang asli, bukan fotocopyan.
"Kami ini ragu, hakim meneliti barang bukti kok fotocopyan. Kami ingin barang sertifikat SHM asli itu dihadirkan dalam persidangan, masa fotocopyan, apakah dasarnya kuat," ucap Saud Marisi Purba, Kuasa Hukum Agung Wibowo (Korban).
Ia menilai, dua sertifikat asli milik korban harusnya disita untuk kepentingan pengadilan. Nantinya, sertifikat tersebut harus dikembalikan kepada korban.
"Jelas nyata kerugiannya, korban tidak bisa mengambil manfaat ekonomi dari sertifikat tersebut. Dia kan mau usaha, untuk modal misalnya, bisa pinjam ke bank," ujarnya. "Itu nilainya Rp 45 milyar sertifikat itu, tidak bisa dijual karena dipegang sama orang lain," tambahnya.
Saud berjanji, akan terus mengawal kasus penggelapan tanah ini sampai korban mendapatkan keadilan yang setimpal. "Ini jadi pembelajaran bagi kita semua, jangan sampai mafia-mafia tanah di Samarinda ini dibiarkan terus," tandasnya.
Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Pidum Kejari Samarinda, Indra Rivani menjelaskan alasan dibalik ketidakhadiran notaris, dalam sidang kelima tersebut.
"Kalau manggil notaris kan harus lewat dewan kohormatan notaris. Jadi ada tahapannya terlebih dahulu. Namun, setelah kita panggil, notaris belum bisa hadir. Harapannya, di sidang selanjutnya bisa hadir, supaya kasus ini berjalan," kata Indra.
Saat ditanya terkait barang bukti dengan bentuk fotocopyan, Indra mengatakan jika dirinya belum bisa menjawab terkait hal tersebut. "Untuk itu, bekaitan dengan hal teknis persidangan ya. Jadi mohon dikawal terus kasus ini." tutupnya. (ALF/AR)